Kamis, 18 Oktober 2012

SELINTAS TENTANG LETAK, LUAS DAN KEKHASAN ALAM NUSANTARA (INDONESIA)


LETAK WILAYAH NUSANTARA (DENGAN SEGALA POTENSINYA)

      Letak suatu wilayah atau tempat di planet bumi secara menyeluruh selengkapnya dapat di lihat dari 3 aspek dasar, yakni : (1) Letak wilayah secara geografis (letak tempat di bumi menurut kedudukan atau posisi nyata dibandingkan dengan bagian alam di sekitarnya, misalnya dengan patokan laut/lautan, benua, gunung, dsbnya); (2) Letak wilayah secara astronomis (letak tempat di bumi menurut derajat koordinat lintang dan bujurnya); dan (3) Letak wilayah secara geologis (letak tempat di bumi menurut unsur-unsur geologi, seperti lempeng benua, busur, paparan atau dangkalan, dsbnya).
      (1) Ditinjau secara geografis Nusantara/Indonesia berada di antara 2 Benua (Benua Asia dan Benua Australia) dan 2 Samudera (Samudera Hindia/Lautan Indonesia dan Samudera Pasifik/Lautan Teduh). Dengan posisi seperti ini secara sosial-ekonomi dan geopolitis kawasan Nusantara/Indonesia terletak pada silang dunia yang cukup strategis. Apalagi dengan banyaknya potensi manusia penghuninya yang cukup dinamis dengan latar belakang etnis dan budaya yang sangat beragam maka Nusantara/Indonesia boleh dibilang sangat berpengaruh dalam percaturan dunia. Dalam wilayahnya yang terdiri atas banyak pulau dan sukubangsa (etnik) dengan bentuk budayanya yang berlainan tumbuh dan berkembang aneka macam kebudayaan dan peradaban yang beraneka macam, sehingga potensi kekayaan alam dan budaya ini boleh dibilang banyak menarik perhatian masyarakat internasional (sehingga dapat menimbulkan sumber devisa bila saja kreatif dan sungguh-sungguh dalam pengelolaannya). — Di samping itu dalam posisi geografis seperti ini secara biogeografis Nusantara/Indonesia mempunyai kekhasan dan keunikan tersendiri dalam segi alamnya, di mana kawasannya yang sangat kaya akan flora dan faunanya disebut sebagai kawasan megadiversity, atau kawasan dengan keanekaraman hayati yang amat besar.
      (2) Ditinjau secara astronomis Nusantara/Indonesia ini terletak pada koordinat 6°LU – 11°LS dan 95°BT – 141°BT; ini berarti terletak di wilayah tengah dunia yang dilalui oleh garis khatulistiwa dan berada di belahan Bumi bagian timur. Dengan adanya garis khatulistiwa yang melintasinya, Indonesia ini berada di tengah 2 belahan dunia di mana kawasannya terdapat di Belahan Utara, dan Belahan Selatan — Dengan posisi astronomis seperti ini (dalam lingkup daerah iklim antara 23½°LU hingga 23½°LS yang dipengaruhi oleh iklim tropis) berarti Nusantara/Indonesia terletak pada bagian dunia beriklim tropis/tropika (hal ini ditandai dengan suhu rata-ratanya yang tinggi dengan amplitudo suhu harian yang terbilang kecil), relatif panas namun terbilang subur karena banyaknya air dari curah hujan dan kelembaban udara yang cukup tinggi. — Banyaknya curah hujan dan kelembaban udara yang cukup tinggi ini dipengaruhi oleh letak geografisnya yang berada di khatulistiawa dan di antara 2 samudera yang senanatiasa dipengaruhi oleh adanya angin-musim (angin-muson), dengan pergantian musim secara kontinyu selang 6 bulan sekali antara musim hujan dan musim kemarau setiap tahun. — Di samping itu juga karena wilayahnya berupa kepulauan dengan pulau-pulau yang dengan mudah dapat terjangkau oleh angin laut pembawa uap air (dalam keadaan seperti ini maka di musim kemarau sekalipun dapat saja masih turun hujan). — Di kawasan yang cukup subur ini tumbuh dan berkembang beraneka macam jenis tumbuhan dan hewan dalam jumlah yang cukup banyak dan beragam.
     (3) Ditinjau secara geologis Nusantara/Indonesia yang cukup luas ini terletak pada pertemuan 2 sirkum (sabuk) dunia yakni sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterania, serta terletak pada pertemuan beberapa lempeng litosfer/lempeng benua di mana di dalamnya terdapat dangkalan atau paparan (yang disebut Dangkalan/Paparan Sunda dan Sahul, yang di dalamnya terkandung kekayaan darat dan laut yang sangat melimpah). — Dalam posisi geologis seperti ini di wilayah Nusantara/Indonesia terdapat banyak gunung berapi (yang menambah kesuburan tanah); di luar itu banyak ditemukan bahan tambang dalam jumlah yang melimpah dan juga lahan pertanian yang cukup subur yang tersebar di berbagai wilayah. Hal ini menambah kayanya alam hayati dan non-hayati Nusantara (Indonesia).
      Mengenai INDONESIA sebagai suatu negara di dunia, selanjutnya dapat dilihat pada artikel tentang : Indonesia.
---

---

LUAS KAWASAN NUSANTARA

      Bila kita asumsikan secara khusus bahwa Nusantara ini identik atau sama dengan Indonesia, maka dapat dibayangkan bagaimana luasnya wilayah Nusantara tersebut. — Luas Indonesia (dalam hal ini diartikan sebagai luas Nusantara) secara keseluruhan kurang-lebIh sekitar 5.191.543 km2 (terdiri atas luas daratan dan lautan). Luas daratannya saja sekitar 1.919.443 km2, dan luas lautnya sekitar 3.272.100 km2, dengan panjang garis-pantai kurang-lebih sekitar 5.000 km, dan termasuk sebagai kawasan dengan garis pantai terpanjang di dunia.
      Bila kita bandingkan dengan panjang bentangan wilayah lain di dunia (khususnya dengan Australia, Eropa dan Amerika Serikat), maka Indonesia/Nusantara (dalam bentuk wilayah segi empat) bentangan panjang wilayahnya lebih panjang ketimbang panjang benua Australia, maupun panjang Eropa dan panjang Amerika Serikat. Dengan demikian kawasan ini mempunyai wilayah yang boleh dibilang cukup luas.

 

 

KEKHASAN ALAM NUSANTARA

      Unsur alam di planet Bumi yang bersifat kasatmata seperti kita ketahui secara umum terbagi atas 2 unsur dasar, yakni alam hayati (biotik) dan alam non-hayati (abiotik). — Alam non-hayati meliputi keadaan alam lingkungan (yang terdiri atas tanah/bebatuan, air, udara) serta keaadan iklim (termasuk suhu dan kelembaban udara). Sementara alam hayati berkaitan dengan makhluk hidup (tumbuhan dan hewan atau flora dan fauna) yang terdapat di dalamnya dengan sifat atau karakter alamiah tertentu. Nusantara atau Indonesia dalam hal ini mempunyai karanteristik dan kekhasan tersendiri sebagai suatu kawasan yang terletak di antara 2 benua dan 2 samudera.
     Karakter khas suatu tempat pada prinsipnya terkait erat dengan letak suatu kawasan di permukaan bumi yang dipengaruhi oleh bebagai fakor baik secara hayati maupun non-hayati. Untuk memperjelas hal ini ada baiknya kita tinjau selintas mengenai sifat alam hayati dan non-hayati di Nusantara atau Indonesia ini secara ringkas.
 

ALAM NON-HAYATI NUSANTARA

      Secara geografis alam non-hayati Nusantara berupa kawasan beriklim tropis yang  berada di antara Benua Asia dan Australia, serta di antara Lautan Hindia dan Lautan Pasifik. Di wilayahnya terdapat 2 macam musim yakni musim penghujang dan musim kemarau.
      Lingkungan alam non-hayati Nusantara/Nusantara cukup beragam, ada lingkungan alam berupa perairan (laut, sungai, danau, rawa, dsbnya ) dan berupa daratan, yang terdiri atas gunung dan hutan, juga padang sabana di sebagian kawasan Jawa Timur dan Nusatenggara.
       Daratannya sebelah barat merupakan kelanjutan dari benua Asia di mana pada masa lalu (di zaman purba) pernah menyatu, dan terpisah oleh laut dangkal pada Dangkalan Sunda. Sementara bagian timur (Pulau Papua dan sekitarnya) seperti halnya di bagian barat merupakan kelanjutan dari Benua Australia di mana pada zaman lampau pernah menyatu pula dan kemudian terpisah oleh laut dangkal pada Dangkalan Sahul. Keduanya baru terpisah dari benua induk masing-masing pada masa berakhirnya Zaman Es beberapa puluh ribu tahun yang lalu.
      Pada posisi seperti ini secara geografis alam non-hayati Nusantara/Indonesia berada di kawasan Tropika nyaris di tengah-tengah garis khatulistiwa. Pada wilayahnya terdapat kawasan yang berada di belahan Bumi Utara dan Selatan.
      Daratan bagian tengah sudah dari sejak dahulu terpisah oleh laut yang dalam walaupun di zaman purba kemungkinan besar hanya dipisahkan oleh selat yang relatif sempit (yang kemungkinan besar dapat dilintasi oleh hewan-hewan darat yang dapat berenang).
---
image
 
-------------------------------------
 

ALAM HAYATI NUSANTARA

      Dalam bidang Biogeografi (yang berkaitan dengan alam hayati) telah lama diketahui bahwa berdasarkan atas keadaan alam dan iklimnya yang berbeda-beda setiap region atau kawasan di bumi terbagi atas beberapa zona wilayah biogeografi, di mana salahsatunya terdapat wilayah Oriental yang di dalamnya termasuk Indonesia atau Nusantara.
      Menurut cara yang digunakan oleh Wallace biogeografi dunia terbagi atas 6 Kawasan atau Region terdiri dari : Palearctic, Nearctic, Neotropical, Ethiopian, Australian dan Oriental. Batas-batas dari keenam kawasan biogeografi ini berupa batas alam pemisah dalam bentuk lautan dan daratan luas dan pegunungan tinggi pada lintang geografis tertentu (yang sedikit banyak sangat dipengaruhi oleh faktor suhu dan kelembaban pada setiap kawasan menurut lintang astronomisnya masing-masing). — Kawasan Oriental (yang terkait langsung dengan Indonesia/Nusantara) meliputi wilayah India, Cina Selatan, dan Asia Tenggara yang mencakup Indocina, Semenanjung Malaysia, Kepulauan Indonesia bagian barat (Sumatera, Kalimantan, Jawa beserta pulau-pulau kecil di sekitarnya) dan Kepulauan Filipina. — Kawasan Oriental ini berbatasan langsung dengan Palearctic dan Australian di mana antara keduanya dipisahkan oleh Pegunungan tinggi Himalaya dan juga oleh Lautan luas Pasifik.
--- 
image
-
       NUSANTARA atau INDONDESIA sebagai suatu kawasan alam yang terletak di antara dua benua (antara Asia dan Australia) secara mendasar mempunyuai 2 karakteristik khas dari kedua benua yang mengapitnya, yaitu karakter alam tipe Asia di barat dan karakter alam tipe Australia di timur. Lalu di samping itu juga di tengah masih terdapat karakter ketiga berupa tipe peralihan atau campuran antara (intermediat) dari kedua karakter alam hayati dari kedua benua yang berbeda tersebut, yang ketiganya secara imajiner dibatasi oleh Garis-garis Wallace, Weber dan Lydekker. — Keadaan yang khas dan unik seperti ini mungkin tiada duanya di dunia, maka tepatlah jika Wallace pada abad ke-19 tertarik pada kawasan Nusantara dan kemudian terinspirasi untuk menyusun pembagian kawasan biogeografi alam hayati dunia (khususnya dunia fauna, zoogeografi).
      Di luar aspek biogeografi seperti kita ketahui secara geografus menurut pembagian wilayah atau zona waktu (dalam letak lintangnya masing-masing) Indonesia dibagi menjadi 3 wilayah waktu, yakni Indonesia Bagian Barat, Indonesia Bagian Tengah dan Indonesia Bagian Timur, walaupun ini mirip dan sering digunakan juga untuk menyebut 3 sub-kawasan biogeografi di Indonesia sebetulnya tidak persis sama, hanya sekedar untuk memudahkan dalam penyebutannya saja.
         Kawasan Oriental pada bagian wilayah Indonesia dapat kita sebut sebagai Kawasan Area Nusantara. Seperti dalam pembagian wilayah waktu kawasan biogeografi Indonesia ini pun terbagi menjadi 3 atau mungkin 4 bagian, yaitu : 1. Sub-biogeografi Sunda, 2. Sub-biogeografi Wallacea, dan 3. Sub-biogeografi Sahul, dan tambahan 4 .Sub-biogeografi Maluku atau Ambonia.
A.

Sub-biogeografi Sunda (Sundaland) atau sering disebut sebagai Sub-biogeografi Indonesia Bagian Barat, sub-biografi bercorak Asia, terletak di wilayah Indonesia Bagian Barat yang terhampar pada Dangkalan Sunda; meliputi pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan beserta pulau-pulau kecil di sekitarnya. Berbatasan dengan kawasan Wallacea pada Garis Wallace. — Tumbuhan dan hewan tipe Asia yang terdapat di Indonesia Barat di antaranya : Bambu, Kelapa, tebu, Jati, teh, dsbnya, gajah, harimau, badak, tapir, banteng, kambing hutan, kancil, trenggiling, landak, monyet (makaka, lutung), kera (orang utan, wau-wau), tangkasi (tarsius), kubung, tupai, burung rangkong, burung, dsbnya. — Kenapa kawasan Barat mempunyai flora dan fauna bercorak Asia, ini berkaitan dengan sejarah alam masa lalunya di zaman purba di mana kawasan ini pernah menyatu dengan daratan benua Asia, sebelum kemudian terpisahkan oleh laut dangkal di dangkalan Sunda setelah berakhirnya Zaman Es.

B.

Sub-biogeografi Wallacea atau sering disebut Sub-biogeografi Indonesia Bagian Tengah, sub-biogarafi bercorak peralihan antara Asia dan Australia, terletak di wilayah Indonesia Bagian Tengah yang terpisah dari Dangkalan Sunda dan Dangkalan Sahul karena adanya laut dalam yaitu yang memisahkan keduanya yaitu laut ??; meliputi wilayah Sulawesi, dan Nusatenggara dengan berupa corak peralihan campuran antara (intermediat) Sunda dan sahul yang lebih bercorak Sunda atau bertipe Asia. — Tumbuhan tipe peralihan yang terdapat di Indonesia Tengah di antaranya : Babi rusa, monyet bavian, anoa, komodo, burung, dsbnya.

C.

Sub-biogeografi Sahul atau sering disebut Sub-biogeografi Indonesia Bagian Timur, sub-biogarafi bercorak Australia, terletak di wilayah Indonesia Bagian Timur yang terhampar pada Dangkalan Sahul; meliputi Tumbuhan tipe Australia yang terdapat di Indonesia Timur di antaranya : Jenis-jenis hewan berkantung, seperti kanguru dan kanguru pohon, dsbnya, kuskus, landaksemut, burung cenderawasih, kakatua, kasuari, emu, dsbnya. Tumbuhan tipe Australia yang terdapat di Indonesia Timur di antaranya : kayu putih, cendana, cengkeh, pala, dsbnya. Dalam kawasan ini Lyddeker secara mikro (lebih detail) menambahkan dengan adanya kawasan sub-biogeografi Maluku, atau dapat kita sebut sub-biogeografi Ambonia sebegai sebagai sub-biogeografi keempat (D) suatu tipe peralihan antara Sahul dan Wallacea dengan batas Garis Lyddeker (berupa campuran yang lebih dominan sifat Australianya, dibanding dengan Wallacea berupa campuran yang lebih dominan sifat Asianya). Kawasan peralihan di Nusantara yang lebih bercorak Australia ini terdapat di kawasan kepulauan Maluku dengan banyak pulau di sekitarnya (seperti Ambon, Babar, Tanimbar, dsbnya, yang sedikit berbeda dengan alam-hayati di Kawasan Papua yang sepenuhnya bercorak Sahul atau bertipe Australia.

 image----
      Melihat kenyataan seperti di atas, dengan sifat-sifatnya yang khas tersebut, maka tepatlah bila Nusantara ini diartikan sebagai kawasan yang terletak dan sekaligus mempunyai karakter di antara 2 Benua (Asia dan Benua Australia) dan 2 Samudera (Samudera Hindia/Lautan Indonesia dan samudera Pasifik/Lautan Teduh).  
---
 

 
--
clip_image002
----
SUMBER RUJUKAN
1. Contoh
 

Minggu, 08 Juli 2012

DAENG SUTIGNA (1908 – 1984)

      DAENG SUTIGNA atau dalam ejaan lama DAENG SOETIGNA adalah seorang tokoh budaya Indonesia/Nusantara berasal dari Sunda (Jawa Barat) yang dikenal sebagai pencipta/penemu dan pengembang musik angklung bernada diatonis image(doremi). — Lahir di Garut (Jawa Barat) pada tgl. 13 Mei 1908, dan meninggal di Bandung (Jawa Barat) pada tgl. 8 April 1984, dalam usia sekitar 76 tahun (dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cikutra Bandung). — Sejak semula tokoh yang berkecimpung dalam dunia pendidikan ini (sebagai Guru) menyukai musik dan pandai memainkan gitar dan piano; dan sudah sejak lama (dari semenjak kecil) menggemari musik angklung tradisional Sunda tempat kelahiranya. — Pada masa kecil konon ia mempunyai julukan/nama panggilan Enclé.
       Pernah mengenyam pendidikan di Kweekschool (1928); belajar musik secara otodidak. — Setelah lulus dari Kweekschool (1928), ia menjadi guru dan mengajar di Schakel School Cianjur, Jawa Barat (1928–1932). Kemudian pindah mengajar ke HIS Kuningan, Jawa Barat (1932–1942). Pada saat menjadi guru di Kuningan inilah ia mulai mempelajari seluk-beluk angklung secara lebih mendalam, dan berguru untuk dapat memainkan serta membuat angklung sendiri kepada salahseorang pemusik dan pembuat angklung tradisional bernama Jaya (= Djaja, dalam ejaan lama). 
      Di jamannya (menjelang akhir tahun 1930-an) musik angklung tradisional Sunda nampaknya sudah menunjukkan gejala akan tersisihkan sebagai musik rakyat karena berbagai sebab (terutama mungkin karena kala itu masyarakat pendukungnya sudah kurang menyukai musik angklung, ditambah dengan mulai hilangnya upacara adat pertanian sakral menurut kepercayaan lama yang biasa menggunakan angklung sebagai alat pengiring utama, dan lagi gaya hidup masyarakat kala itu yang bertambah moderen dan cenderung kurang menyukai/menghargai musik tradisional yang dianggap berbau kuno serta lebih senang mendengarkan musik Barat yang dianggap lebih moderen). Kemudian angklung tradisional Sunda yang telah lama mentradisi tersebut lambat-laun menjadi tersisihkan dan hanya sering dimainkan oleh pengamen/pengemis yang keliling kampung saja.
      Dalam keadaan seperti itu Pa Deng (begitu panggilan akrabnya) di rumah kediamannya di Kuningan pada suatu hari (pada tahun 1938) kedatangan  dua pengamen angklung yang memainkan angklung tradisional Sunda/bernada pentatonis. Ketika mendengar musik angklung yang digemarinya hatinya tergetar dan tesentuh kemudian dengan rasa iba ia membeli angklung pentatonis tersebut. Dalam pada itu bunyi angklung yang merdu namun melankolis itu membuat hatinya terharu sekaligus risih mengingat nasib angklung yang kurang baik; ia menghawatirkan akan nasib angklung di kemudian hari yang tak mustahil akan musna karena terpaan jaman yang tambah moderen. Namun dalam pada itu (dengan perasaan sedikit risau namun optimis) lalu ia pelajari angklung yang telah ia beli dari pengamen tersebut dengan seksama. Kemudian timbul hasrat dan semangatnya dengan sungguh-sungguh untuk mencoba melestarikannya angklung dengan cara beradaptasi terhadap situasi dan kondisi kala itu; timbul gagasan untuk modernisasi angklung dengan mengembangkannya ke arah lain dalam bentuk baru yang secara adaptif menyesuaikan dengan keadaan zaman. — Setelah mampu membuat angklung sendiri, ia berupaya membuat angklung bertangganada diatonis, dengan berbekal kepandaiannya dalam memainkan beberapa alat musik asal Barat, seperti gitar dan piano, maka kemudian terciptalah musik angklung diatonis.
     Pada awalnya ide baru ini kurang begitu mendapat perhatian dan bahkan tak mustahil ada sementara pihak yang tidak/kurang setuju, namun pendiriannya tetap kukuh dan gigih untuk terus membuat angklung bernada musik Barat (diatonis) tersebut, dengan cara diperkenalkan dan diajarkan pada anak muridnya di Sekolah (pada mulanya secara khusus pada anak pramuka/pandu kala itu; setelah dikenal di kalangan Pramuka sebagai alat musik yang menyenangkan, akhirnya permainan musik angklung diatonis bisa diterima dan kemudian diajarkan di sekolah-sekolah).
       Dalam usaha tahap memperkenalkan lebih lanjut ke dunia yang lebih luas ia pernah mendapatkan kesempatan untuk memainkan angklung diatonis ciptaannya dalam forum Perundingan Linggarjati pada 12 November 1946 (yang dihadari banyak tokoh asing, baik dari Belanda maupun pihak sekutu dan lainnya). Lalu atas permintaan Presiden Soekarno ia mendapat kehormatan untuk memainkan lagi pertunjukan angklung tersebut di Istana Negara, Jakarta, dalam acara perpisahan dengan Laksamana Lord Louis Mountbatten, Panglima Tentara Sekutu untuk Asia Tenggara (yang juga ikut hadir pada acara Perundingan Linggar Jati di Kuningan). Selain itu kemudian pada tahun 1955 dalam kesempatan acara Konferensi Asia Afrika di Gedung Merdeka, Bandung. Ia juga diminta menggelar konser angklung hasil kreasinya. Sejak itu, angklung diatonisnya sering dipertunjukan dalam berbagai acara resmi, seperti dalam World Fair di New York, Amerika Serikat (1964), di mana ia memimpin pertunjukan kesenian Indonesia termasuk angklung di paviliun Indonesia selama 8 bulan. Lalu dilanjutkan dengan mengadakan pertunjukan di Negeri Belanda dan Perancis. Tahun 1967 ia pun mengadakan pertunjukan muhibah berkeliling di berbagai kota di Malaysia.
     Atas jasa-jasanya dalam mengembangkan musik angklung, Daeng Soetigna (Pa Daeng) — yang pernah mendapat tugas belajar Colombo Plan ke Australia (1955-1956) ini — mendapat piagam penghargaan dari beberapa pihak yakni Piagam Penghargaan dari Gubernur Jawa Barat (1966), Piagam Penghargaan dari Gubernur DKI Jakarta (1968), Satya Lencana Kebudayaan dari Presiden Soeharto (1968), Anugerah Bintang Budaya Parama Dharma (2007) dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan diusulkan untuk mendapat gelar pahlawan Nasional dari Jawa Barat dalam bidang seni dan budaya.
      Dalam tahap selanjutnya angklung diatonis yang kemudian dikenal juga dengan sebutan Angklung Pa Daeng atau Angklung Indonesia kemudian dikembangkan oleh Ujo Ngalagena sebagai muridnya sekaligus sebagai pelanjutnya yang pada tahun 1966 membangun Sanggar Angklung Mang Ujo di Bandung, yang kini dikenal sebagai Saung Angklung Ujo (SAU).  — Di Saung Angklung Ujo ini (di Jl Padasuka Bandung) pada 20 Desember 2008 para seniman Jawa Barat pernah mengadakan suatu acara khusus untuk  mengenang dan melakukan penghormatan terhadap jasa-jasa Pa Daeng, dengan tema : ‘Daeng Soetigna : A-trail Top Inovation In World Music History’, yang diisi dengan berbagai seminar yang dipandu oleh musisi Dwiki Dharmawan.
---

---
 
RINGKASAN RIWAYAT HIDUP DAENG SUTIGNA (PA DAENG)
---
Lahir di : Garut, Jawa Barat 13 Mei 1908
Meninggal dunia di : Bandung, Jawa Barat,8 April 1984
Pendidikan : Kweekschool (1928)
Karier :

(1) Pengajar/Guru Schakel School Cianjur, Jawa Barat (1928-1932).

  (2) Pengajar HIS Kuningan,  Jawa Barat (1932-1942).
  (3) Kepala Sekolah Rakyat Kuningan, Jawa Barat  (1942-1949).
  Pegawai Bantu pada Jawatan Kebudayaan Jawa Barat (1949-1950).
  (5) Penilik Sekolah pada bagian kursus-kursus di Kementrian P.P dan K di Jakarta  (1950-1951).
  (6) Pengajar pada Balai Pendidikan Guru, Bandung, Jawa Barat (1951-1955).
  (7) Mendapat tugas belajar Colombo Plan ke Australia (1955-1956)
  (8) Kepala Jawatan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat (1956-1960).
  (9) Kepala Konservatori Karawitan Jurusan Sunda Bandung, Jawa Barat (1960-1964),
  (10) Anggota Staf Ahli BAPPENDA Jawa Barat (1980-1984)
Penghargaan :

(1) Piagam penghargaan  Gubernur Jawa Barat (1966).

  (2) Piagam penghargaan Gubernur DKI Jakarta (1968).
  (3) Satya Lencana Kebudayaan (1968), dari Presiden Soeharto.
  (4) Anugerah Bintang Budaya Parama Dharma (2007) dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

 

clip_image0029_thumb9
 
 
SUMBER REFERENSI
1. Contoh
 

Sabtu, 07 Juli 2012

INDONESIA (NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA)

clip_image001INDONESIA atau lengkapnya NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA (disingkat NKRI), adalah suatu Negara Kepulauan berbentuk Republik Kesatuan di kawasan Asia Tenggara. Lokasinya secara astronomis terletak pada 6° LU – 11° LS dan 95° BT – 141° BT. Secara geografis wilayahnya berupa kepulauan yang terletak di antara 2 benua yaitu di antara Benua Asia dan Australia, serta di antara 2 Samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Sedangkan secara geologis terletak pada Dangkalan Sunda dan Dangkalan Sahul, di mana bagian Barat (pada Dangkalan Sunda) merupakan bagian dari Benua Asia, sementara bagian Timur (pada Dangkalan Sahul) merupakan bagian dari Benua Australia. Wilayahnya secara geologis merupakan tempat bertemunya 3 Lempeng Litosfer Dunia, yaitu Lempeng Dasar Asia, Lempeng Dasar Pasifik, dan Lempeng Dasar Indo-Australia. Serta sekaligus wilayah geologisnya merupakan tempat bertemunya 2 Sabuk (Sirkum) Pegunungan Dunia, yakni Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterania (di mana kedua rangkaian alur pegunungan ini bertemu di Laut Banda).
      Luasnya sekitar 5.191.543 Km2 (terdiri atas luas daratan sekitar 1.919.443 Km2, dan luas perairan laut sekitar 3.272.100 Km2); dengan batas-batas wilayah dari Barat berbatasan dengan India, dari Utara Malaysia dan Vietnam, dari Timur Filipina dan Palau, dan dari Selatan serta Tenggara Papua Nugini dan Australia. Sebagian besar wilayahnya berupa laut dan selat, dengan banyak pulau di dalamnya dengan ukuran beragam (jumlah pulaunya sekitar 17.504 buah). Beribukota di Jakarta. — Kawasannnya secara tradisional sejak lama dikenal sebagai NUSANTARA. — Tentang asal-usul Nama Nusantara dan Indonesia lihat pada Asal-usul nama Nusantara dan Indonesia.
image
image
      Keadaan Alam dan Iklim : Wilayahnya berada di kawasan Timur, dengan posisi hampir di tengah-tengah Garis Khatulistiwa, dengan demikian posisinya berada di Daerah Iklim Tropika di mana sebagian wilayahnya berada di belahan Utara dan sebagian lagi berada di belahan Selatan. Dengan keadaan alam seperti ini Indonesia termasuk negara beriklim tropis dengan banyak hutan hujan tropis. Karena berada pada alur sabuk pegunungan Dunia di Indonesia banyak gunung api dan Hutan hujan tropis. Tanahnya relatif subur dengan keragaman alam hayatinya yang cukup melimpah.
     Keadaan Penduduk yang kehidupan sosial-budayanya :  Jumlah penduduknya sekitar 231 juta jiwa pada tahun 2009 (dan diperkirakan sekitar 340 juta jiwa pada tahun 2011). Terdiri atas beragam sukubangsa/etnis (beserta budaya, dan bahasanya yang beraneka); Beratus-ratus suku terdapat di kawasan ini dengan keragaman budayanya (diperkirakan terdapat lebih dari 300 etnis berikut sub-sukunya; Tentang hal ini lihat Sukubangsa di Indonesia/Nusantara). Terdapat berbagai penganut agama namun mayoritas beragama Islam (dalam hal ini Indonesia termasuk Negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di Dunia). Rinciannya (pada tahun 2010, dari 240.271.522 jumlah penduduk Indonesia) : Islam 85,1%; Kristen Katolik 3,5 %, Protestan 9,2 %; Hindu 1,8 %; Budha 0,4 %; Sisanya adalah penganut Konghucu, Agama Kepercayaan, dan lainnya.
      Pemerintahan dan pembagian wilayah : Indonesia berbentuk Republik dengan Presiden sebagai Kepala Negara. Semboyannya Bhinneka Tunggal Ika (= Berbeda-beda namun satu jua). Benderanya disebut sebagai Sang Saka Merah Putih. Lambang Negaranya bernama Garuda Pancasila. — Berdasarkan atas Zona waktu Wilayahnya terbagi dalam 3 Bagian, yaitu : Indonesia Bagian Barat, Indonesia Bagian Tengah dan Indonesia Bagian Timur. Sementara secara administratif wilayahnya terbagi dalam 33 Provinsi (497 Kota DT II/Kota/Kabupaten), yakni :
1. Provinsi Aceh (Nanggroe Aceh Darussalam) — Terdiri atas 23 Kota DT. II (5 Kota/Kotamadya dan 18 Kabupaten)
2. Provinsi Bali — Terdiri atas 9 Kota DT. II (1 Kota/Kotamadya dan 6 Kabupaten)
3. Provinsi Bangka-Belitung — Terdiri atas 7 Kota DT. II (1 Kota/Kotamadya dan 6 Kabupaten)
4. Provinsi Banten — Terdiri atas 8 Kota DT. II (4 Kota/Kotamadya dan 4 Kabupaten)
5. Provinsi Bengkulu — Terdiri atas 10 Kota DT. II (1 Kota/Kotamadya dan 9 Kabupaten)
6. Provinsi Gorontalo — Terdiri atas 6 Kota DT. II (1 Kota/Kotamadya dan 5 Kabupaten)
7. Provinsi Jakarta (DKI Jakarta) — Terdiri atas 6 Kota DT. II (5 Kota/Kotamadya dan 1 Kabupaten)
8. Provinsi Jambi — Terdiri atas 11 Kota DT. II (2 Kota/Kotamadya dan 9 Kabupaten)
9. Provinsi Jawa Barat — Terdiri atas 26 Kota DT. II (9 Kota/Kotamadya dan 17 Kabupaten)
10. Provinsi Jawa Tengah — Terdiri atas 35 Kota DT. II (6 Kota/Kotamadya dan 29 Kabupaten)
11. Provinsi Jawa Timur — Terdiri atas 38 Kota DT. II (9 Kota/Kotamadya dan 29 Kabupaten)
12. Provinsi Kalimantan Barat — Terdiri atas 14 Kota DT. II (2 Kota/Kotamadya dan 12 Kabupaten)
13. Provinsi Kalimantan Selatan — Terdiri atas 13 Kota DT. II (2 Kota/Kotamadya dan 11 Kabupaten)
14. Provinsi Kalimantan Tengah  — Terdiri atas 14 DT. II (1 Kota/Kotamadya dan 13 Kabupaten)
15. Provinsi Kalimantan Timur — Terdiri atas 14 Kota DT. II (4 Kota/Kotamadya dan 10 Kabupaten)
16. Provinsi Lampung — Terdiri atas 14 Kota DT. II (2 Kota/Kotamadya dan 12 Kabupaten)
17. Provinsi Maluku — Terdiri atas 11 Kota DT. II (2 Kota/Kotamadya dan 9 Kabupaten)
18. Provinsi Maluku Utara — Terdiri atas 9 Kota DT. II (2 Kota/Kotamadya dan 7 Kabupaten)
19. Provinsi Nusatenggara Barat  — Terdiri atas 10 Kota DT. II (2 Kota/Kotamadya dan 8 Kabupaten)
20. Provinsi Nusatenggara Timur  — Terdiri atas 21 Kota DT. II (1 Kota/Kotamadya dan 20 Kabupaten)
21. Provinsi Papua  — Terdiri atas 29 Kota DT. II (1 Kota/Kotamadya dan 28 Kabupaten)
22. Provinsi Papua Barat — Terdiri atas 11 Kota DT. II (1 Kota/Kotamadya dan 10 Kabupaten)
23. Provinsi Riau — Terdiri atas 12 Kota DT. II (2 Kota/Kotamadya dan 10 Kabupaten)
24. Provinsi Riau Kepulauan — Terdiri atas 7 Kota DT. II (2 Kota/Kotamadya dan 5 Kabupaten)
25. Provinsi Sulawesi Barat — Terdiri atas 5 Kota DT. II (0 Kota/Kotamadya dan 5 Kabupaten)
26. Provinsi Sulawesi Selatan — Terdiri atas 24 Kota DT. II (3 Kota/Kotamadya dan 21 Kabupaten)
27. Provinsi Sulawesi Tengah  — Terdiri atas 11 Kota DT. II (1 Kota/Kotamadya dan 10 Kabupaten)
28. Provinsi Sulawesi Tenggara — Terdiri atas 12 Kota DT. II (2 Kota/Kotamadya dan 10 Kabupaten)
29. Provinsi Sulawesi Utara — Terdiri atas 15 Kota DT. II (4 Kota/Kotamadya dan 11 Kabupaten)
30. Provinsi Sumatera Barat — Terdiri atas 19 Kota DT. II (7 Kota/Kotamadya dan 12 Kabupaten)
31. Provinsi Sumatera Selatan — Terdiri atas 15 Kota DT. II (4 Kota/Kotamadya dan 11 Kabupaten)
32. Provinsi Sumatera Utara — Terdiri atas 33 Kota DT. II (8 Kota/Kotamadya dan 25 Kabupaten)
33. Provinsi Yogyakarta (DI Yogyakarta) — Terdiri atas 5 Kota DT. II (1 Kota/Kotamadya dan 4 Kabupaten)
---
———————————————

WILAYAH WAKTU DI INDONESIA

Negara Indonesia dibagi menjadi tiga daerah (zona) waktu, yaitu :
1.
Waktu Indonesia Bagian Barat ( WIB, meliputi pulau Jawa. Sumatra, Madura, dan wilayah Kalimantan Barat).
2.
Waktu Indonesia Bagian Tengah (WITA), meliputi pulau Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
3.
Waktu Indonesia Bagian Timur (WIT), meliputi daerah Maluku dan Papua.
Tiap daerah waktu antara yang satu dengan lainnya berselisih waktu selama satu jam. Misal, ketika di wilayah Jakarta pukul 06.00 WIB, maka di Ujung Pandang pukul 07.00 WITA, dan di Papua pukul 08.00 WIT.
clip_image002[8]
Pembagian Wilayah Indonesia berdasarkan atas zona waktu, terdiri dari terbagi 3 Bagian, yakni Indonesia Bagian Barat, Indonesia Bagian Tengah dan Indonesia Bagian Timur.
---
———————————————

BENDERA, LAMBANG NEGARA DAN SEMBOYAN NASIONAL INDONESIA

imageimage

      Bendera Nasional Indonesia bernama Sang Saka Merah Putih, kadang dijuluki Sang Dwiwarna; terdiri dari 2 warna, warna merah (lambang berani) di atas dan warna putih (lambang suci) di bawah, yang secara simbolis kurang-lebih mengandung makna keberanian atas dasar kesucian.
     Lambang Negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyannya Bhinneka Tunggal Ika. Bagian utama lambang berupa burung mitos Garuda yang mengenakan perisai di dadanya dengan cakar menggenggam pita putih bertuliskan semboyan nasional: "Bhinneka Tunggal Ika" (yang mengandung arti "Berbeda-beda namun tetap satu"). Pada bilah perisai terdapat 5 gambar yang melambangkan 5 sila (prinsip dasar) dari Pancasila sebagai falsafah nasional bangsa Indonesia.  Jumlah bulu pada Garuda melambangkan tanggal Proklamasi Kemerdekaan Indonesia; 17 bulu pada masing-masing sayap, 8 bulu ekor, 19 bulu pangkal ekor (di bawah perisai, di atas ekor), dan 45 bulu leher; kesemuanya melambangkan tanggal, bulan dan tahun 17-8-1945 (17 Agustus 1945). Lambang Garuda Pancasila ini diciptakan oleh Sultan Hamid II dari Pontianak dan ditetapkan menjadi lambang negara pada tanggal 11 Februari 1950.
---
———————————————

RINGKASAN SEJARAH INDONESIA

       Negara Indonesia berdiri sejak Tgl. 17 Agustus 1945, dari semenjak Proklamasi kemerdekaan setelah sekitar 3,5 abad lebih dijajah oleh berbagai bangsa, Belanda, Inggris, lalu Jepang. Sebutan Indonesia untuk pertama kali dicetuskan oleh Logan pada tahun 1859. Sebelumnya wilayah bekas jajahan Belanda ini pada masa kolonial disebut sebagai Nederlands East Indie, atau Nederlandshce Indie = Hindia Belanda. Pada masa sebelum berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia serta sebelum kedatangan bangsa Belanda di wilayahnya yang luas yang dikenal sebagai Nusantara atau Dwipantara pernah berdiri sejumlah kerajaan yang tersebar di berbagai daerah. — Kaitan dengan ini (terutama tentang asal-usul Nama Nusantara dan Indonesia) lihat Asal-usul nama Nusantara dan Indonesia.
      Semenjak tahun 1945 hingga saat ini (2012) pernah dipimpin oleh 6 orang Presiden,: 1. Sokarno (1945 – 1967), 2. Soeharto (1967 – 1998), 3. B.J. Habibie (1998 – 1999), 4. Abdurrahman Wahid (1999 – 2001), 5. Megawati Soekarnoputri (2001 – 2004), dan 6. Susilo Bambang Yudhoyono (2004 – ).
---

--
BEBERAPA SITUS REFERENSI HAL INDONESIA
 
 

Selasa, 08 Mei 2012

LOGAN, James Richardson --- (1819 – 1869)

      James Richardson Logan (1819 – 1869), ilmuwan/cendikiawan Inggris kelahiran Skotlandia abad ke-19, pengguna pertama sebutan Indonesia. — Lahir LOGANdi Berwickshire, Skotlandia tahun 1819, dan meninggal pada tahun 1869 di Penang Negeri-Negeri Selat (Straits Settlements), bagian dari Malaysia sekarang.
    Sesungguhnya ia seorang Sarjana Hukum lulusan dari Universitas Edinburgh dan menjadi Pengacara, namun kemudian sangat tertarik kepada bidang etnologi/etnografi, dan banyak menulis tentang hal tersebut. — Pada tahun 1847 di Singapura ia mengelola sebuah majalah ilmiah tahunan (jurnal) bernama Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), di mana pada majalah ini ia untuk pertama kali menggunakan sebutan Indonesia (1859?) untuk mengganti sebutan Indian Achipelago. — Embrio sebutan Indonesia sendiri (yang pada mulanya disebut Indunesia) sebetulnya berasal dari George Samuel Windsor Earl (1813-1865), yang menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA pada tahun 1849. Namun Earl akhirnya tidak menggunakannya lagi (karena lebih cenderung menyebut Malayunesia) kemudian sebutan ini digunakan oleh Logan dengan merubah huruf U pada Indunesia dengan O menjadi Indonesia.
       Pada tahun 1859 James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of The Indian Archipelago. Yang intinya setuju dengan pendapat Earl bahwa perlu adanya sebutan yang lebih spesifik bagi kepulauan di Nusantara (yang kala itu oleh kebanyakan orang Inggris disebut sebagai Indian Archipelago). Menurutnya sebutan “Indian Archipelago” terlalu panjang dan membingungkan. Dalam tulisan ini Logan seperti disebutkan di atas memungut nama Indunesia (yang dibuat Earl namun kemudian tidak digunakan lagi) yang kemudian ia sebut sebagai Indonesia (demgan mengganti u dengan o dengan alasan agar ucapannya lebih baik).
       Maka mulai sejak saat itu (1859) lahirlah sebutan Indonesia untuk pertama kalinya di dunia. Sebutan ini tepatnya terdapat pada JIAEA Volume IV, halaman 252-347, di mana Logan menyatakan sebagai berikut : “Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia, which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago”. — Selanjutnya Logan secara konsisten menggunakan nama “Indonesia” dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat-laun pemakaian sebutan ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi. Kemudian banyak ilmuwan mengikuti jejaknya dalam menyebut Indonesia, termasuk seorang Antropolog Jerman bernama Bastian yang pernah menulis buku tentang Indonesia pada abad ke-19.
     Di Penang (Malaysia) namanya diabadikan dalam nama sebuah jalan Logan Road (Jalan Logan). Selain itu  arca marmer figur dirinya didirikan di kompleks gedung Pengadilan Tinggi Penang.
Dengan demikian maka
---

---
SUMBER RUJUKAN
  http://id.wikipedia.org/wiki/James_Richardson_Logan
 

clip_image0029_thumb9_thumb2_thumb

--

BRANDES, J.L.A (Jan Laurens Andries) --- (1857 – 1905)

      J.L.A (Jan Laurens Andries) Brandes (1857 – 1905)  : Ilmuwan ahli arkeologi dan epigrafi Belanda yang pernah bekerja di Hindia-Belanda/Indonesia pada penghujung abad ke-19 hingga awal abad ke-20 (dalam jaman kolonialBRANDES 2). Termasuk salah seorang pelopor dan peletak dasar bidang arkeologi di Indonesia, terutama dalam bidang epigrafi (tulisan naskah kuno).  — Pernah bekerja sebagai Ketua Komisi Kepurbakalaan untuk wilayah Jawa dan Madura. Selain sebagai ahli sejarah kuno dan tulisan kuno di Indonesia (arkeolog dan epigrafer), ia pun dikenal sabagai filolog (ahli bahasa kuno), kolektor barang kuno, dan juga sebagai leksikografer (ahli penyusun kamus bahasa langka).
      Lahir di Rotterdam, 13 Januari 1857, dan meninggal di Batavia (Jakarta) pada 26 Juni 1905 ketika masih menjabat sebagai Ketua Komisi (dalam usia relatif muda, sekitar 48 tahun). — Pernah mengenyam pedidikan tinggi di Universitas Leiden dalam bidang bahasa dan sastra. Ketika pertama kali tiba di Batavia dengan berbekal pengetahuannya tentang bahasa Kawi ia kemudian menggarap sejumlah prasasti yang disimpan di Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (sekarang Museum Nasional di Jakarta). Karya inventarisasi ini kemudian diterbitkan dalam “Aanteekeningen Omtrent de op Verschillende Voorwerpen Voorkomende Inscriptie en een Voorlopigen Inventaries der Beschreven Steenen” dalam Catalogus der Archeologische Verzameling va het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, edisi W.P. Groeneveldt tahun 1887.
      Tahun 1894 ketika Belanda menyerbu kerajaan Lombok (hingga kemudian dapat  mengalahkan dan menduduki istana Cakranegara), Brandes diikut-sertakan dalam ekspedisi militer tersebut dengan tugas untuk menyelamatkan benda-benda budaya peninggalan sejarah kuno, termasuk di dalamnya naskah-naskah kuno yang tersimpan di istana tersebut. Dan pada saat itu Brandes menemukan naskah Nagarakertagama peninggalan kerajaan Majapahit. Naskah kuno ini kemudian diterbitkannya pada tahun 1902 sebagaimana aslinya dalam aksara Bali. Sebelumnya (tahun 1896) ia pun pernah menterjemahkan naskah Pararaton (juga peninggalan Majapahit). — Ada konsep naskah J.L. Brandes yang tak sempat diterbitkan karena keburu meninggal, yaitu Oud-Javaansche Oorkonden (OJO) yang kemudian diterbitkan oleh N.J.Krom yang menggantikannya sebagai ketua komisi kepurbakalaan di Indonesia.
      Dalam tahun 1901 – 1905 (menjelang akhir hayatnya) ia ditugaskan untuk memegang jabatan sebagai ketua komisi kepurbakalaan dengan rnama Commissie in Nederlandsch Indie voor Oudheidkundige Onderzoek op Java en Madoera (komisi khusus yang sengaja dibentuk oleh Pemerintah Kolonial Belanda untuk menangani berbagai masalah kepurbakalaan yang terdapat di kawasan pulau Jawa dan Madura), dibantu oleh dua orang anggota, yaitu J. Knebel dan H.L. Leydie Melville. Komisi ini kemudian menjadi embrio/cikal-bakal dari Dinas Purbakala yang kini menjadi Pusat Penelitian Arkeologi (Puslit Arkenas).
 
 --

--
SUMBER REFERENSI
1. Brandes
http://id.wikipedia.org/wiki/Jan_Laurens_Andries_Brandes
2. Tokoh-tokoh Peletak Dasar Arkeologi Indonesiahttp://djuliantosusantio.blogspot.com/2009/04/tokoh-tokoh-peletak-dasar-arkeologi.html
3.

Encyclopaedie Van Nederlandsch Indie  http://www.acehbooks.org

--
clip_image0029_thumb9
 
 
 

 

 

 

 

Jumat, 16 Maret 2012

ANGKLUNG (Sunda)

     ANGKLUNG, adalah salahsatu jenis alat musik tradisional Nusantara asal Sunda (Jawa Barat dan Banten) terbuat dari 2 – 3 tabung bambu atau lebih yang dirangkai menjadi satu dalam satu rangka yang disebut ancak (frame); cara memainkannya digoyangkan. Setiap 1 buah angklung merupakan 1 not nada, sehingga untuk memainkan sebuah lagu diperlukan beberapa angklung. — Untuk ritem (pangiring) minimal berjumlah 4 (seperti dalam kesenian réog dulu atau pada angklung-Baduy); sementara untuk melodi (panglagu) minimal  berjumlah 8 atau lebih (misal pada kesenian angklung Buncis dari Kabupaten Bandung).
      Sebagai suatu catatan di Bali pun terdapat alat musik yang disebut angklung (angklung Bali) namun dengan bentuk dan pengertian yang berbeda dengan angklung Sunda.
---
BAGIAN-BAGIAN DARI ANGKLUNG
     Sebuah angklung atau saancak angklung terdiri atas bagian rangka yang disebut ancak (frame) dan bungbung atau tabung pembentuk bunyi yang disebut parungpung atau rumpung. — Bagian ancak terdiri atas tihang (3) dan palang atau toros (4). Bagian parungpung terdiri atas parungpung-tatapakan atau tatapakan (1) yang  tertidur mendatar (horisontal) di bawah dan parungpung-sosoraan atau parungpung-laras (2) yang berdiri tegak (vertikal) di atasnya dengan menggantung pada batang palang toros; bagian atasnya “disogat” (dibuang sebelah sebagian, seperti tabung pada calung) dan diberi Angklung14D_thumb46[6]berluang untuk menggantung (liang-toros). Parungpung-laras/parungpung-sosoraan (sebagai tabung bernada, dan juga sebagai resonator atau lawong) berjumlah 2 atau 3, bahkan pada angklung moderen yang bertangga nada diatonis ada yang berjumlah 4; terdiri atas parungpung-anak (2a), parungpung-panengah (2b), parungpung-indung (2c), dan parungpung-panyuwuk bila ada. Bagian bawah dari parunpung-laras atau suku-parungpung masuk ke dalam lobang bagian atas dari tatapakan (cokrah-tatapakan) sehingga ketika angklung digoyang suku dan bibir lubang tatapakan beradu dan menimbulkan suara (sora-laras) tertentu. — Kesemua tabung parungpung-laras ini (masiung-masing dengan nada berbeda namun menurut pasangannnya sesuai dengan susunan papatet/komposisi paduan nada tertentu), sehingga ketika sebuah angklung dibunyikan secara terpadu membentuk akor (layeutan-sora) dengan harmonis. —  Cara membunyikan angklung digoyangkan/diguncangkan (dioyagkeun atau diendagkeun dan digedagkeun). Suaranya ngurulung atau ngungklung, mungkin dari suaranya ini (yang terdengar seperti bunyi klung-klung) makanya namanya disebut angklung.
     Seperti disebutkan di awal untuk membentuk suara ritem (pangiring) atau melodi (panglagu) angklung senantiasa harus berjumlah lebih dari satu, atau satu set dalam rangkaian nada yang disebut sebagai saparangkat. Satu, dua atau lebih angklung dengan nada dan fungsi tertentu yang dipegang/dibunyikan oleh seseorang disebut tatapan (dalam hal ini satatapan dapat berarti berjumlah 1, 2, 3 atau lebih angklung yang dibunyikan oleh seorang pemain). —  Satu tatapan angklung (yang terdiri dari satu atau lebih tersebut) mungkin saja dimainkan oleh satu orang semuanya atau soranganan (sendirian, seperti dalam Angklung-rengkung) atau oleh banyak orang sarombongan (membentuk orkestra). Bahkan seperti tercatat oleh The Guines Book Of Record dapat dimainkan oleh ribuan orang.
CATATAN : Dalam angklung-rengkung (yang keberadaannya kini mungkin sudah punah), seorang pemain yang memainkan banyak angklung sendirian tersebut bahkan sambil meniup goong-bungbung atau goong-awi (dari bambu pula).
    Setiap tatapan ancak angklung mempunyai nama-nama tersendiri sesuai dengan nada dan fungsinya masing-masing; misal dalam perangkat angklung tradisional dari Kabupaten Bandung yang terdiri atas 8 ancak tatapan terdapat nama-nama angklung sebagai berikut :
1.   Singgul  atau Indung
2.   Jongjorang atau Jongjrong
3.   Ambrug atau Ambrung
4.   Ambrug-panerus atau Ambrung-panerus
5.   Pancer
6.   Pancer-panerus
7.   Éngklong atau Éngklok
8.   Roél
Ambrung dan  ambrung-panerus (2 ancak angklung) dipegang oleh 1 orang; juga Pancer dan Pancer-panerus (2 ancak angklung) dipegang oleh 1 orang; jadi dalam kelompok kesenian yang terdiri atas 8 ancak angklung ini (berdasarkan atas jumlah tatapannya) dimainkan oleh 6 orang (= 6 tatapan).
      Sementara pada angklung Baduy yang berfungsi sebagai pangiring/ritem terdapat 4 buah ancak (rumpung), terdiri atas  :
1.   Kingking
2.   Inclo
3.   Panémpas, dan
4.   Gonggong

—————————

CATATAN : Sebagai ritem angklung bersifat ritmis.
Parungpung kadang disebut rumpung (ini merupakan perubahan dari rungpung, kependekan dari parungpung). Pada pengertian lain rumpung diartikan sebagai ancak atau tatapan.  
Kata Tatapan, mengandung arti : Setiap unit ancak angklung pegangan seseorang pemain angklung (jumlahnya beragam, mungkin 1, 2 atau banyak/lebih dari 2). Kata tatapan berasal dari asal kata tatap, yang dalam bahasa Sunda mengandung makna pegang atau sentuh dengan lembut (seperti pada kata ditatap-diusap = disentuh dan diusap dengan lembut, terhadap benda atau manusia yang sangat disayangi).
-
---
JENIS-JENIS ANGKLUNG
     Angklung banyak macamnya, baik bentuk fisik, tangganada, maupun jenis keseniannya. Berdasarkan atas sifat gaya keseniannya angklung terdiri atas : 1. Angklung tradisional, dan 2. Angklung moderen.
 
Angklung tradisional = Angklung-buhun
     Angklung tradisional atau Angklung-buhun adalah angklung dengan tangganada pentatonis (daminatila), dengan surupan saléndro, pélog atau sorog (madenda). — Angklungtradisional2_thumb16Angklung tradisional masih terdapat di beberapa tempat di wilayah provinsi Jawa Barat dan Banten, seperti di kawasan Bandung, Garut,  Tasikmalaya, Bogor, Sukabumi, Cirebon, Lebak, Pandeglang (Banten; termasuk di Baduy), dsbnya. — Jenis kelompok kesenian yang termasuk angklung tradisional misalnya : Angklung-buncis (dari Bandung), Angklung-badéng (Garut), Angklung-séréd (Tasikmalaya), Angklung-gubrag (Bogor), Angklung-dogdog-lojor (Sukabumi), Angklung-bungko (Cirebon), Angklung-Baduy atau angklung-Kanékés (di Lebak, Banten), dsbnya.
      Dalam beberapa kesenian tradisional Sunda angklung biasa dipadukan dengan alat musik lainnya, seperti dengan dogdog (alat tabuh
berkulit semacam tifa pendek agak besar) atau dogdog-lojor (tifa Sunda, dogdog
angklungbuncis2_thumb105
kecil panjang). — Pada jenis kesenian lainnya terdapat pula bentuk paduan dari
angklung dengan terebang atau terbang (rebana Sunda), dengan nama Bangklung (singkatan dari Terebang-angklung) yang disertai dengan nyanyian kakawihan atau
solawatan yang bernafaskan Islam.
     Pada masa lalu selain sebagai alat musik hiburan biasa angklung-buhun secara khusus digunakan sebagai pengiring dalam upacara adat pertanian yang bersifat sakral (menurut kepercayaan Sunda lama terhadap Dewi Sri atau Nyi Sri Pohaci Dangdayang Tresnawati sebagai Dewi Kesuburan). Hal seperti ini masih dilakukan di masyarakat Sunda Baduy di kawasan Kabupaten Lebak Banten yang masih menganut kepercayaan
image_thumb55
nenekmoyang yang disebut sebagai agama Sunda Wiwitan (di samping juga sebagai alat hiburan biasa pada waktu tertentu). Di masyarakat Baduy angklung tidak boleh dimainkan secara sembarangan (pembuatnya pun termasuk orang khusus; di samping itu pada saat akan digunakan dan disimpan diadakan upacara adat khusus pula); di sana masih ada buyut (pamali) atau tabu tertentu untuk angklung sebagai alat musik yang dianggap keramat (sakral).
       Di beberapa Kecamatan Kabupaten Bandung (seperti di Kecamatan Soreang dan Pangalengan) jenis kesenian ini kadang masih dipergunakan untuk arak-arakan upacara adat Nyungkruk Huluwotan (= Nyukcruk sirahcai; menelusuri hulu sungai). — Pada upacara hiburan biasa angklung dulu biasa digunakan sebagai arak-arakan anak sunat, pesta rakyat, dsbnya.
     Angklung tradisional sebagai kesenian biasa sejauh ini belum ada yang mengembangkannya lebih lanjut, sementara jenis-jenis kesenian angklung tradisional yang masih ada di berbagai daerah di Jawa Barat dan Banten sekarang ini cenderung jumlahnya semakin menyusut (tambah sedikit). Ada suatu kekhawatiran yang beralasan jangan-jangan suatu saat nanti akan mengalami kepunahan bila tak ada generasi penerusnya.
--       
AngklungBaduy_thumb4_thumb3
---
Angklung Moderen
     Angklung modern atau boleh juga disebut Angklung ala Barat adalah angklung dengan tangganada diatomis (doremi, seperti pada musik Barat), dalam bentuk tangganada mayor atau minor. — Contoh angklung moderen adalah Angkung padaéng (= Angkung Pak Daéng) atau Angklung-Sutigna, yang diciptakan untuk pertama kali oleh Pak Daeng Sutigna pada tahun 1930-an (1938), dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Saung angklung Udjo  atau dulu dikenal sebagai Saung angklung Mang Udjo  (yang didirikan pada tahun 1966 oleh Pak Udjo Ngalagena sebagai murid dan penerus Pak Daeng). Angklung model ini disebut juga sebagai Angklung Indonesia. — Jenis kelompok kesenian yang termasuk angklung moderen misalnya : Orkestra angklung, Arumba, dsbnya. Termasuk yang digunakan oleh grup SambaSunda. — Pokoknya angklung jenis ini dapat digunakan untuk membawakan lagu musik Barat (termasuk musik Indonesia dan lainnya), baik pop maupun klasik, bahkan musik rock (rock-klasik), seperti image5_thumb6Bohemian Rhapsody dari kelompok Queen.
     SEBAGAI SUATU CATATAN : Perlu diketahui bahwa angklung telah disahkan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia, atau Alat musik angklung diakui sebagai "The Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity" pada sidang ke-5 Inter-Governmental Committee UNESCO di Nairobi, Kenya, Selasa, 16 November 2010 (16/11/2010).

—————————————

---
Angklung moderen dalam pemecahan rekor pemain angklung terbanyak di Dunia
       Seperti diketahui pada tanggal 9 Juli 2011 telah terpecahkan rekor Permainan angklung terbanyak di Dunia yang diadakan oleh Guiness Book Of RecordAngklungGuiness2_thumb4_thumb3 (Guiness World Record) di Amerika Serikat, tepatnya di Monumen Grounds North Lawn, National Mall Washington DC. Permainan kolosal ini berhasil memecahkan rekor dunia dengan jumlah pemain angklung sebanyak 5180 orang membawakan lagu-lagu pop Barat yang cukup populer seperti We are The World dan Country Road.
       Acara besar ini melibatkan banyak orang dari berbagai wilayah dan negara, sebagian besar dimainkan oleh orang Amerika ditambah sejumlah orang Indonesia dan beberapa warga negara asing lain yang tengah berada di Amerika Serikat. — Kegiatan yang diadakan sekaligus untuk merayakan Festival Multikultural ini dipimpin langsung oleh Daeng Udjo (putera Pak Udjo Ngalagena) dari Saung Angkung Udjo Bandung.

---

REFERENSI DAN ARTIKEL TENTANG ANGKLUNG DARI BEBERAPA SITUS

Beberapa kelompok kesenian angklung di Luar Negeri
  • Angklung Orchester Hamburg, Germany (2003/2004)
  • Lancaster Angklung Orchestra, Lancaster, UK
  • Angklung Hamburg

    Curt Sachs : Real-Lexicon der Musikinstrumente — Im Verlag von Julius Bard, Berlin, 1913.

     

     

    clip_image002

  •