Minggu, 08 Juli 2012

DAENG SUTIGNA (1908 – 1984)

      DAENG SUTIGNA atau dalam ejaan lama DAENG SOETIGNA adalah seorang tokoh budaya Indonesia/Nusantara berasal dari Sunda (Jawa Barat) yang dikenal sebagai pencipta/penemu dan pengembang musik angklung bernada diatonis image(doremi). — Lahir di Garut (Jawa Barat) pada tgl. 13 Mei 1908, dan meninggal di Bandung (Jawa Barat) pada tgl. 8 April 1984, dalam usia sekitar 76 tahun (dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cikutra Bandung). — Sejak semula tokoh yang berkecimpung dalam dunia pendidikan ini (sebagai Guru) menyukai musik dan pandai memainkan gitar dan piano; dan sudah sejak lama (dari semenjak kecil) menggemari musik angklung tradisional Sunda tempat kelahiranya. — Pada masa kecil konon ia mempunyai julukan/nama panggilan EnclĂ©.
       Pernah mengenyam pendidikan di Kweekschool (1928); belajar musik secara otodidak. — Setelah lulus dari Kweekschool (1928), ia menjadi guru dan mengajar di Schakel School Cianjur, Jawa Barat (1928–1932). Kemudian pindah mengajar ke HIS Kuningan, Jawa Barat (1932–1942). Pada saat menjadi guru di Kuningan inilah ia mulai mempelajari seluk-beluk angklung secara lebih mendalam, dan berguru untuk dapat memainkan serta membuat angklung sendiri kepada salahseorang pemusik dan pembuat angklung tradisional bernama Jaya (= Djaja, dalam ejaan lama). 
      Di jamannya (menjelang akhir tahun 1930-an) musik angklung tradisional Sunda nampaknya sudah menunjukkan gejala akan tersisihkan sebagai musik rakyat karena berbagai sebab (terutama mungkin karena kala itu masyarakat pendukungnya sudah kurang menyukai musik angklung, ditambah dengan mulai hilangnya upacara adat pertanian sakral menurut kepercayaan lama yang biasa menggunakan angklung sebagai alat pengiring utama, dan lagi gaya hidup masyarakat kala itu yang bertambah moderen dan cenderung kurang menyukai/menghargai musik tradisional yang dianggap berbau kuno serta lebih senang mendengarkan musik Barat yang dianggap lebih moderen). Kemudian angklung tradisional Sunda yang telah lama mentradisi tersebut lambat-laun menjadi tersisihkan dan hanya sering dimainkan oleh pengamen/pengemis yang keliling kampung saja.
      Dalam keadaan seperti itu Pa Deng (begitu panggilan akrabnya) di rumah kediamannya di Kuningan pada suatu hari (pada tahun 1938) kedatangan  dua pengamen angklung yang memainkan angklung tradisional Sunda/bernada pentatonis. Ketika mendengar musik angklung yang digemarinya hatinya tergetar dan tesentuh kemudian dengan rasa iba ia membeli angklung pentatonis tersebut. Dalam pada itu bunyi angklung yang merdu namun melankolis itu membuat hatinya terharu sekaligus risih mengingat nasib angklung yang kurang baik; ia menghawatirkan akan nasib angklung di kemudian hari yang tak mustahil akan musna karena terpaan jaman yang tambah moderen. Namun dalam pada itu (dengan perasaan sedikit risau namun optimis) lalu ia pelajari angklung yang telah ia beli dari pengamen tersebut dengan seksama. Kemudian timbul hasrat dan semangatnya dengan sungguh-sungguh untuk mencoba melestarikannya angklung dengan cara beradaptasi terhadap situasi dan kondisi kala itu; timbul gagasan untuk modernisasi angklung dengan mengembangkannya ke arah lain dalam bentuk baru yang secara adaptif menyesuaikan dengan keadaan zaman. — Setelah mampu membuat angklung sendiri, ia berupaya membuat angklung bertangganada diatonis, dengan berbekal kepandaiannya dalam memainkan beberapa alat musik asal Barat, seperti gitar dan piano, maka kemudian terciptalah musik angklung diatonis.
     Pada awalnya ide baru ini kurang begitu mendapat perhatian dan bahkan tak mustahil ada sementara pihak yang tidak/kurang setuju, namun pendiriannya tetap kukuh dan gigih untuk terus membuat angklung bernada musik Barat (diatonis) tersebut, dengan cara diperkenalkan dan diajarkan pada anak muridnya di Sekolah (pada mulanya secara khusus pada anak pramuka/pandu kala itu; setelah dikenal di kalangan Pramuka sebagai alat musik yang menyenangkan, akhirnya permainan musik angklung diatonis bisa diterima dan kemudian diajarkan di sekolah-sekolah).
       Dalam usaha tahap memperkenalkan lebih lanjut ke dunia yang lebih luas ia pernah mendapatkan kesempatan untuk memainkan angklung diatonis ciptaannya dalam forum Perundingan Linggarjati pada 12 November 1946 (yang dihadari banyak tokoh asing, baik dari Belanda maupun pihak sekutu dan lainnya). Lalu atas permintaan Presiden Soekarno ia mendapat kehormatan untuk memainkan lagi pertunjukan angklung tersebut di Istana Negara, Jakarta, dalam acara perpisahan dengan Laksamana Lord Louis Mountbatten, Panglima Tentara Sekutu untuk Asia Tenggara (yang juga ikut hadir pada acara Perundingan Linggar Jati di Kuningan). Selain itu kemudian pada tahun 1955 dalam kesempatan acara Konferensi Asia Afrika di Gedung Merdeka, Bandung. Ia juga diminta menggelar konser angklung hasil kreasinya. Sejak itu, angklung diatonisnya sering dipertunjukan dalam berbagai acara resmi, seperti dalam World Fair di New York, Amerika Serikat (1964), di mana ia memimpin pertunjukan kesenian Indonesia termasuk angklung di paviliun Indonesia selama 8 bulan. Lalu dilanjutkan dengan mengadakan pertunjukan di Negeri Belanda dan Perancis. Tahun 1967 ia pun mengadakan pertunjukan muhibah berkeliling di berbagai kota di Malaysia.
     Atas jasa-jasanya dalam mengembangkan musik angklung, Daeng Soetigna (Pa Daeng) — yang pernah mendapat tugas belajar Colombo Plan ke Australia (1955-1956) ini — mendapat piagam penghargaan dari beberapa pihak yakni Piagam Penghargaan dari Gubernur Jawa Barat (1966), Piagam Penghargaan dari Gubernur DKI Jakarta (1968), Satya Lencana Kebudayaan dari Presiden Soeharto (1968), Anugerah Bintang Budaya Parama Dharma (2007) dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan diusulkan untuk mendapat gelar pahlawan Nasional dari Jawa Barat dalam bidang seni dan budaya.
      Dalam tahap selanjutnya angklung diatonis yang kemudian dikenal juga dengan sebutan Angklung Pa Daeng atau Angklung Indonesia kemudian dikembangkan oleh Ujo Ngalagena sebagai muridnya sekaligus sebagai pelanjutnya yang pada tahun 1966 membangun Sanggar Angklung Mang Ujo di Bandung, yang kini dikenal sebagai Saung Angklung Ujo (SAU).  — Di Saung Angklung Ujo ini (di Jl Padasuka Bandung) pada 20 Desember 2008 para seniman Jawa Barat pernah mengadakan suatu acara khusus untuk  mengenang dan melakukan penghormatan terhadap jasa-jasa Pa Daeng, dengan tema : ‘Daeng Soetigna : A-trail Top Inovation In World Music History’, yang diisi dengan berbagai seminar yang dipandu oleh musisi Dwiki Dharmawan.
---

---
 
RINGKASAN RIWAYAT HIDUP DAENG SUTIGNA (PA DAENG)
---
Lahir di : Garut, Jawa Barat 13 Mei 1908
Meninggal dunia di : Bandung, Jawa Barat,8 April 1984
Pendidikan : Kweekschool (1928)
Karier :

(1) Pengajar/Guru Schakel School Cianjur, Jawa Barat (1928-1932).

  (2) Pengajar HIS Kuningan,  Jawa Barat (1932-1942).
  (3) Kepala Sekolah Rakyat Kuningan, Jawa Barat  (1942-1949).
  Pegawai Bantu pada Jawatan Kebudayaan Jawa Barat (1949-1950).
  (5) Penilik Sekolah pada bagian kursus-kursus di Kementrian P.P dan K di Jakarta  (1950-1951).
  (6) Pengajar pada Balai Pendidikan Guru, Bandung, Jawa Barat (1951-1955).
  (7) Mendapat tugas belajar Colombo Plan ke Australia (1955-1956)
  (8) Kepala Jawatan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat (1956-1960).
  (9) Kepala Konservatori Karawitan Jurusan Sunda Bandung, Jawa Barat (1960-1964),
  (10) Anggota Staf Ahli BAPPENDA Jawa Barat (1980-1984)
Penghargaan :

(1) Piagam penghargaan  Gubernur Jawa Barat (1966).

  (2) Piagam penghargaan Gubernur DKI Jakarta (1968).
  (3) Satya Lencana Kebudayaan (1968), dari Presiden Soeharto.
  (4) Anugerah Bintang Budaya Parama Dharma (2007) dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

 

clip_image0029_thumb9
 
 
SUMBER REFERENSI
1. Contoh
 

Sabtu, 07 Juli 2012

INDONESIA (NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA)

clip_image001INDONESIA atau lengkapnya NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA (disingkat NKRI), adalah suatu Negara Kepulauan berbentuk Republik Kesatuan di kawasan Asia Tenggara. Lokasinya secara astronomis terletak pada 6° LU – 11° LS dan 95° BT – 141° BT. Secara geografis wilayahnya berupa kepulauan yang terletak di antara 2 benua yaitu di antara Benua Asia dan Australia, serta di antara 2 Samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Sedangkan secara geologis terletak pada Dangkalan Sunda dan Dangkalan Sahul, di mana bagian Barat (pada Dangkalan Sunda) merupakan bagian dari Benua Asia, sementara bagian Timur (pada Dangkalan Sahul) merupakan bagian dari Benua Australia. Wilayahnya secara geologis merupakan tempat bertemunya 3 Lempeng Litosfer Dunia, yaitu Lempeng Dasar Asia, Lempeng Dasar Pasifik, dan Lempeng Dasar Indo-Australia. Serta sekaligus wilayah geologisnya merupakan tempat bertemunya 2 Sabuk (Sirkum) Pegunungan Dunia, yakni Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterania (di mana kedua rangkaian alur pegunungan ini bertemu di Laut Banda).
      Luasnya sekitar 5.191.543 Km2 (terdiri atas luas daratan sekitar 1.919.443 Km2, dan luas perairan laut sekitar 3.272.100 Km2); dengan batas-batas wilayah dari Barat berbatasan dengan India, dari Utara Malaysia dan Vietnam, dari Timur Filipina dan Palau, dan dari Selatan serta Tenggara Papua Nugini dan Australia. Sebagian besar wilayahnya berupa laut dan selat, dengan banyak pulau di dalamnya dengan ukuran beragam (jumlah pulaunya sekitar 17.504 buah). Beribukota di Jakarta. — Kawasannnya secara tradisional sejak lama dikenal sebagai NUSANTARA. — Tentang asal-usul Nama Nusantara dan Indonesia lihat pada Asal-usul nama Nusantara dan Indonesia.
image
image
      Keadaan Alam dan Iklim : Wilayahnya berada di kawasan Timur, dengan posisi hampir di tengah-tengah Garis Khatulistiwa, dengan demikian posisinya berada di Daerah Iklim Tropika di mana sebagian wilayahnya berada di belahan Utara dan sebagian lagi berada di belahan Selatan. Dengan keadaan alam seperti ini Indonesia termasuk negara beriklim tropis dengan banyak hutan hujan tropis. Karena berada pada alur sabuk pegunungan Dunia di Indonesia banyak gunung api dan Hutan hujan tropis. Tanahnya relatif subur dengan keragaman alam hayatinya yang cukup melimpah.
     Keadaan Penduduk yang kehidupan sosial-budayanya :  Jumlah penduduknya sekitar 231 juta jiwa pada tahun 2009 (dan diperkirakan sekitar 340 juta jiwa pada tahun 2011). Terdiri atas beragam sukubangsa/etnis (beserta budaya, dan bahasanya yang beraneka); Beratus-ratus suku terdapat di kawasan ini dengan keragaman budayanya (diperkirakan terdapat lebih dari 300 etnis berikut sub-sukunya; Tentang hal ini lihat Sukubangsa di Indonesia/Nusantara). Terdapat berbagai penganut agama namun mayoritas beragama Islam (dalam hal ini Indonesia termasuk Negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di Dunia). Rinciannya (pada tahun 2010, dari 240.271.522 jumlah penduduk Indonesia) : Islam 85,1%; Kristen Katolik 3,5 %, Protestan 9,2 %; Hindu 1,8 %; Budha 0,4 %; Sisanya adalah penganut Konghucu, Agama Kepercayaan, dan lainnya.
      Pemerintahan dan pembagian wilayah : Indonesia berbentuk Republik dengan Presiden sebagai Kepala Negara. Semboyannya Bhinneka Tunggal Ika (= Berbeda-beda namun satu jua). Benderanya disebut sebagai Sang Saka Merah Putih. Lambang Negaranya bernama Garuda Pancasila. — Berdasarkan atas Zona waktu Wilayahnya terbagi dalam 3 Bagian, yaitu : Indonesia Bagian Barat, Indonesia Bagian Tengah dan Indonesia Bagian Timur. Sementara secara administratif wilayahnya terbagi dalam 33 Provinsi (497 Kota DT II/Kota/Kabupaten), yakni :
1. Provinsi Aceh (Nanggroe Aceh Darussalam) — Terdiri atas 23 Kota DT. II (5 Kota/Kotamadya dan 18 Kabupaten)
2. Provinsi Bali — Terdiri atas 9 Kota DT. II (1 Kota/Kotamadya dan 6 Kabupaten)
3. Provinsi Bangka-Belitung — Terdiri atas 7 Kota DT. II (1 Kota/Kotamadya dan 6 Kabupaten)
4. Provinsi Banten — Terdiri atas 8 Kota DT. II (4 Kota/Kotamadya dan 4 Kabupaten)
5. Provinsi Bengkulu — Terdiri atas 10 Kota DT. II (1 Kota/Kotamadya dan 9 Kabupaten)
6. Provinsi Gorontalo — Terdiri atas 6 Kota DT. II (1 Kota/Kotamadya dan 5 Kabupaten)
7. Provinsi Jakarta (DKI Jakarta) — Terdiri atas 6 Kota DT. II (5 Kota/Kotamadya dan 1 Kabupaten)
8. Provinsi Jambi — Terdiri atas 11 Kota DT. II (2 Kota/Kotamadya dan 9 Kabupaten)
9. Provinsi Jawa Barat — Terdiri atas 26 Kota DT. II (9 Kota/Kotamadya dan 17 Kabupaten)
10. Provinsi Jawa Tengah — Terdiri atas 35 Kota DT. II (6 Kota/Kotamadya dan 29 Kabupaten)
11. Provinsi Jawa Timur — Terdiri atas 38 Kota DT. II (9 Kota/Kotamadya dan 29 Kabupaten)
12. Provinsi Kalimantan Barat — Terdiri atas 14 Kota DT. II (2 Kota/Kotamadya dan 12 Kabupaten)
13. Provinsi Kalimantan Selatan — Terdiri atas 13 Kota DT. II (2 Kota/Kotamadya dan 11 Kabupaten)
14. Provinsi Kalimantan Tengah  — Terdiri atas 14 DT. II (1 Kota/Kotamadya dan 13 Kabupaten)
15. Provinsi Kalimantan Timur — Terdiri atas 14 Kota DT. II (4 Kota/Kotamadya dan 10 Kabupaten)
16. Provinsi Lampung — Terdiri atas 14 Kota DT. II (2 Kota/Kotamadya dan 12 Kabupaten)
17. Provinsi Maluku — Terdiri atas 11 Kota DT. II (2 Kota/Kotamadya dan 9 Kabupaten)
18. Provinsi Maluku Utara — Terdiri atas 9 Kota DT. II (2 Kota/Kotamadya dan 7 Kabupaten)
19. Provinsi Nusatenggara Barat  — Terdiri atas 10 Kota DT. II (2 Kota/Kotamadya dan 8 Kabupaten)
20. Provinsi Nusatenggara Timur  — Terdiri atas 21 Kota DT. II (1 Kota/Kotamadya dan 20 Kabupaten)
21. Provinsi Papua  — Terdiri atas 29 Kota DT. II (1 Kota/Kotamadya dan 28 Kabupaten)
22. Provinsi Papua Barat — Terdiri atas 11 Kota DT. II (1 Kota/Kotamadya dan 10 Kabupaten)
23. Provinsi Riau — Terdiri atas 12 Kota DT. II (2 Kota/Kotamadya dan 10 Kabupaten)
24. Provinsi Riau Kepulauan — Terdiri atas 7 Kota DT. II (2 Kota/Kotamadya dan 5 Kabupaten)
25. Provinsi Sulawesi Barat — Terdiri atas 5 Kota DT. II (0 Kota/Kotamadya dan 5 Kabupaten)
26. Provinsi Sulawesi Selatan — Terdiri atas 24 Kota DT. II (3 Kota/Kotamadya dan 21 Kabupaten)
27. Provinsi Sulawesi Tengah  — Terdiri atas 11 Kota DT. II (1 Kota/Kotamadya dan 10 Kabupaten)
28. Provinsi Sulawesi Tenggara — Terdiri atas 12 Kota DT. II (2 Kota/Kotamadya dan 10 Kabupaten)
29. Provinsi Sulawesi Utara — Terdiri atas 15 Kota DT. II (4 Kota/Kotamadya dan 11 Kabupaten)
30. Provinsi Sumatera Barat — Terdiri atas 19 Kota DT. II (7 Kota/Kotamadya dan 12 Kabupaten)
31. Provinsi Sumatera Selatan — Terdiri atas 15 Kota DT. II (4 Kota/Kotamadya dan 11 Kabupaten)
32. Provinsi Sumatera Utara — Terdiri atas 33 Kota DT. II (8 Kota/Kotamadya dan 25 Kabupaten)
33. Provinsi Yogyakarta (DI Yogyakarta) — Terdiri atas 5 Kota DT. II (1 Kota/Kotamadya dan 4 Kabupaten)
---
———————————————

WILAYAH WAKTU DI INDONESIA

Negara Indonesia dibagi menjadi tiga daerah (zona) waktu, yaitu :
1.
Waktu Indonesia Bagian Barat ( WIB, meliputi pulau Jawa. Sumatra, Madura, dan wilayah Kalimantan Barat).
2.
Waktu Indonesia Bagian Tengah (WITA), meliputi pulau Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
3.
Waktu Indonesia Bagian Timur (WIT), meliputi daerah Maluku dan Papua.
Tiap daerah waktu antara yang satu dengan lainnya berselisih waktu selama satu jam. Misal, ketika di wilayah Jakarta pukul 06.00 WIB, maka di Ujung Pandang pukul 07.00 WITA, dan di Papua pukul 08.00 WIT.
clip_image002[8]
Pembagian Wilayah Indonesia berdasarkan atas zona waktu, terdiri dari terbagi 3 Bagian, yakni Indonesia Bagian Barat, Indonesia Bagian Tengah dan Indonesia Bagian Timur.
---
———————————————

BENDERA, LAMBANG NEGARA DAN SEMBOYAN NASIONAL INDONESIA

imageimage

      Bendera Nasional Indonesia bernama Sang Saka Merah Putih, kadang dijuluki Sang Dwiwarna; terdiri dari 2 warna, warna merah (lambang berani) di atas dan warna putih (lambang suci) di bawah, yang secara simbolis kurang-lebih mengandung makna keberanian atas dasar kesucian.
     Lambang Negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyannya Bhinneka Tunggal Ika. Bagian utama lambang berupa burung mitos Garuda yang mengenakan perisai di dadanya dengan cakar menggenggam pita putih bertuliskan semboyan nasional: "Bhinneka Tunggal Ika" (yang mengandung arti "Berbeda-beda namun tetap satu"). Pada bilah perisai terdapat 5 gambar yang melambangkan 5 sila (prinsip dasar) dari Pancasila sebagai falsafah nasional bangsa Indonesia.  Jumlah bulu pada Garuda melambangkan tanggal Proklamasi Kemerdekaan Indonesia; 17 bulu pada masing-masing sayap, 8 bulu ekor, 19 bulu pangkal ekor (di bawah perisai, di atas ekor), dan 45 bulu leher; kesemuanya melambangkan tanggal, bulan dan tahun 17-8-1945 (17 Agustus 1945). Lambang Garuda Pancasila ini diciptakan oleh Sultan Hamid II dari Pontianak dan ditetapkan menjadi lambang negara pada tanggal 11 Februari 1950.
---
———————————————

RINGKASAN SEJARAH INDONESIA

       Negara Indonesia berdiri sejak Tgl. 17 Agustus 1945, dari semenjak Proklamasi kemerdekaan setelah sekitar 3,5 abad lebih dijajah oleh berbagai bangsa, Belanda, Inggris, lalu Jepang. Sebutan Indonesia untuk pertama kali dicetuskan oleh Logan pada tahun 1859. Sebelumnya wilayah bekas jajahan Belanda ini pada masa kolonial disebut sebagai Nederlands East Indie, atau Nederlandshce Indie = Hindia Belanda. Pada masa sebelum berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia serta sebelum kedatangan bangsa Belanda di wilayahnya yang luas yang dikenal sebagai Nusantara atau Dwipantara pernah berdiri sejumlah kerajaan yang tersebar di berbagai daerah. — Kaitan dengan ini (terutama tentang asal-usul Nama Nusantara dan Indonesia) lihat Asal-usul nama Nusantara dan Indonesia.
      Semenjak tahun 1945 hingga saat ini (2012) pernah dipimpin oleh 6 orang Presiden,: 1. Sokarno (1945 – 1967), 2. Soeharto (1967 – 1998), 3. B.J. Habibie (1998 – 1999), 4. Abdurrahman Wahid (1999 – 2001), 5. Megawati Soekarnoputri (2001 – 2004), dan 6. Susilo Bambang Yudhoyono (2004 – ).
---

--
BEBERAPA SITUS REFERENSI HAL INDONESIA